Kisah jenderal TNI sukses lobi Thailand agar Kopassus bisa beraksi
Nasib 10 WNI yang disandera kelompok militan Islam garis keras Abu Sayyaf sudah mendekati akhir, namun belum ada tanda-tanda mereka bakal dibebaskan. Upaya negosiasi belum juga menemukan titik temu, sedangkan opsi militer yang diminta Indonesia mendapatkan penolakan dari Filipina.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan kegundahan tersebut. Dia berharap Filipina segera memberi lampu hijau agar Polri dan TNI bisa maju membebaskan sandera. Apalagi, seluruh pasukan siap diberangkatkan kapan pun.
"Bukan siap lagi, lebih dari siap. Tapi kan, ada aturan kalau mau masuk wilayah itu (Filipina)," kata Ryamizard.
Kisah penyanderaan terhadap WNI di luar negeri bukan yang pertama Indonesia. Salah satunya adalah kasus pembajakan Garuda DC-9 'Woyla' di Thailand. Woyla bukan nama pesawat, melainkan nama sebuah lokasi yang berdekatan dengan Bandara Don Muang, lokasi pendaratan pesawat yang disandera. Pembajakan ini terjadi pada 28 Maret 1981.
Sebelum dibajak, Pesawat DC-9 dengan nomor penerbangan 206 akan melakukan penerbangan menuju Medan dari Palembang. Namun, sesaat setelah mengudara, lima teroris yang mengaku Komando Jihad langsung membajak pesawat dan meminta pilot untuk menerbangkan pesawatnya menuju lokasi yang jauh.
Pemerintah Indonesia langsung merespons pembajakan tersebut. Presiden Soeharto memerintahkan Panglima TNI Jenderal M Yusuf, dan meneruskannya ke Kepala Pusat Intelijen Strategis Benny Moerdani. Benny yang memimpin operasi pembebasan tersebut.
Tanpa menunggu lama, Benny memerintahkan Komandan Grup-1 Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) Sintong Pandjaitan untuk membentuk pasukan, dia juga memberikan briefing singkat dan langsung berangkat menuju Thailand. Tim kecil ini tiba di Bandara Don Muang pada 30 Maret 1981, pukul 00.30 waktu setempat, yang disamarkan dengan penerbangan dari Eropa.
Benny turun dari pesawat pinjaman DC-10, tak lupa dia memerintahkan Sintong dan anak buahnya tetap di pesawat. Bagi Benny, Thailand bukan negara yang asing baginya, dia pernah ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia untuk Thailand.
Selama pembajakan berlangsung, Perdana Menteri Thailand Prem Tinsulanonda menolak opsi militer. Dia berharap Indonesia menggunakan cara damai tanpa melukai seorang penumpang pun. Kondisi itu membuat Benny langsung berangkat dari bandara pagi-pagi buta menuju kediaman PM bersama Dubes Indonesia Yoga Sugomo.
Dalam pertemuan itu, Benny mengungkapkan niat Indonesia untuk menggunakan opsi militer. PM Prem kukuh pada pendapatnya dan menolaknya dengan halus, namun Benny tak kehabisan akal hingga akhirnya PM Prem memberikan lampu hijau kepada pasukan Indonesia untuk melaksanakan operasi pembebasan. Keputusan resmi pemerintah Thailand disampaikan sekitar pukul 11 hari itu juga.
Lewat buku biografinya, Benny mengungkap rahasianya hingga membuat PM Prem luluh.
"Saya selalu menganggap nasi goreng Bangkok terenak di dunia," ujar Benny.
Mendapat lampu hijau, Benny meminta petugas Garuda di Don Muang menyiapkan 17 peti mati. Dia yakin ada korban yang tewas dalam operasi pembebasan tersebut. Sedangkan, Sintong dan anak buahnya sudah siap melakukan penyerbuan.
Tepat pukul 03.00 waktu Thailand, serbuan langsung dilakukan. Dalam tiga menit, pesawat DC-9 yang dibajak berhasil dikuasai. Lima orang yang tewas dalam penyerbuan itu, yakni tiga teroris, satu pasukan Kopassandha dan pilot. Sedangkan seluruh penumpang selamat.
Yulistyo Pratomo via merdeka.com
Yulistyo Pratomo via merdeka.com
Kisah jenderal TNI sukses lobi Thailand agar Kopassus bisa beraksi
Reviewed by Abdul Aziz
on
23.40.00
Rating: